Wikipedia

Hasil penelusuran

Selasa, 25 Juni 2013

Faktor Pendorong Peningkatan Sumber Daya Manusia Indonesia agar Berkualitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan dan pendidikan merupakan dua aspek yang saling terkait bagaikan dua sisi mata uang, yang tidak dapat berdiri sendiri tapi dapat dan perlu dibedakan. Pembangunan memerlukan orang-orang/warga negara yang mampu menyelenggarakan dan melaksanakan kegiatan pembangunan tersebut. Orang-orang yang mampu melaksanakan pembangunan tersebut dapat tercipta melalui pendidikan. Pendidikan, baik dari sisi proses maupun dari sisi sarana dan prasarananya, dapat terwujud dengan baik apabila didukung oleh iklim pembangunan dan kebijakan pembangunan yang baik. Dengan demikian pendidikan yang berkualitas merupakan hasil dari proses pembangunan, dan tercapainya tujuan pembangunan merupakan wujud dari hasil kerja orang-orang yang memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang merupakan hasil dari suatu proses pendidikan. Tidak mengherankan apabila dalam Pembukaan UUD 1945 ditekankan mengenai keinginan kita semua untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas. Masyarakat yang cerdas hanya dapat dihasilkan melalui pendidikan yang berkualitas. Tanpa manusia yang cerdas dan berkualitas, pembangunan tidak akan berjalan dengan baik. Pembangunan hanya dapat terselenggara secara produktif, efektif dan efisien apabila didukung oleh manusia yang berkualitas dan kemampuan profesionalisme yang memadai, serta bermoral menjunjung tinggi nilai etika dan agama. Artinya, kemakmuran bangsa dan negara bukan disebabkan oleh akumulasi harta dan kekayaan melainkan dengan cara membangun lebih banyak tenaga produktif sehingga tercipta kekuatan swadaya bangsa. Indonesia memiliki SDA yang kaya namun dengan kualifikasi mutu SDM yang rendah, bandingkan dengan Jepang yang memiliki SDA yang kurang serta tantangan alam yang berat dengan mutu SDM yang tinggi. Ternyata Jepang sudah tergolong negara industri maju dengan tingkat kesejahteraan yang tinggi di dunia. Di Indonesia, pembangunan diperuntukkan bagi seluruh masyarakat (pemerataan) dan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Pembangunan manusia seutuhnya adalah pembangunan yang menekankan tidak saja aspek materil namun juga aspek sprituil/moral. Apabila pembangunan manusia seutuhnya ini terwujud maka akan tercipta suatu bangsa dan negara yang kokoh, bangsa dan negara yang tidak saja mampu bersaing di percaturan dunia, bangsa dan negara yang tidak saja mampu bertahan terhadap ancaman, namun juga menjadi bangsa dan negara yang bermoral. Tidak dapat dinafikan bahwa pada masa Orde Baru kualitas pendidikan tidak begitu diperhatikan. Memang selama Orde Baru interpretasi pemerataan lebih ditekankan pada kuantitas yaitu bagaimana mendirikan gedung-gedung sekolah sebanyak-banyaknya sehingga setiap warga negara dapat bersekolah, munculah sekolah-sekolah INPRES, walaupun dengan alokasi dana pendidikan yang terbatas, sehingga biaya pendidikan tetap dibebankan pada rakyat, dan belum sampai kepada peningkatan kualitas. 1.2. Rumusan Masalah 1. Apa saja sumbangan pendidikan terhadap pebangunan ? 2. Apa saja faktor yang mempengaruhi peningkatan Sumber Daya Manusia Indonesia agar berkualitas ? 1.3. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui bahwasannya pendidikan mempunyai sumbangsih terhadap pembangunan. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan Sumber Daya Manusia Indonesia agar berkualitas. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sumbangan Pendidikan pada Pembangunan Sumbangan pendidikan terhadap pembangunan dapat dilihat pada beberapa segi : (a)Segi sasaran (b)Segi lingkungan (c)Segi jenjang pendidikan (d)Segi pembidangan kerja atau sektor kehidupan 1.Segi Sasaran Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar yang ditujukan kepada peserta didik agar menjadi manusia yang berkepribadian kuat dan utuh serta bermoral tinggi. 2.Segi Lingkungan Pendidikan Terdiri dari : 1)Lingkungan Keluarga Di dalam lingkungan keluarga anak dilatih berbagai kebiasaan yang baik (habit formation) tentang hal-hal yang berhubungan dengan kecekatan, kesopanan, dan moral. 2)Lingkungan Sekolah Di lingkungan sekolah (pendidikan formal), peserta didik dibimbing, untuk memperluas bekal yang telah diperoleh dari lingkungan kerja keluarganya berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap. 3)Lingkungan Masyarakat Di lingkungan masyarakat (pendidikan non formal), peserta didik memperoleh bekal praktis untuk berbagai jenis pekerjaan. 3.Segi Jenjang Pendidikan Pendidikan dasar merupakan basic education yang memberikan bekal dasar bagi pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Artinya pendidikan tinggi berkualitas, jika pendidikan menengahnya berkualitas, dan pendidikan menengah berkualitas, jika pendidikan dasarnya berkualitas. 4.Segi Pembidangan Kerja atau Sektor Kehidupan Pembidangan kerja menurut sektor kehidupan meliputi antara lain : bidang ekonomi, hukum, sosial politik, keuangan, perhubungan, dan komunikasi, pertanian, pertambangan, pertahanan, dan lain-lain. 2.2 Faktor Pendorong Peningkatan Sumber Daya Manusia Indonesia agar Berkualitas Menurut Muh. Tholchah Hasan (1987: 187-188) bahwa ada 3 (tiga) yang harus diperhatikan dalam usaha meningkatkan kualitas manusia, yaitu : 1. Dimensi kepribadian sebagai manusia, yaitu kemampuan untuk menjaga integritas, termasuk sikap, tingkah laku, etika dan moralitas yang sesuai dengan pandangan masyarakat (Masyarakat Pancasila) 2. Dimensi produktivitas, yang menyangkut apa yang dihasilkan oleh manusia itu tadi, dalam hal jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik. 3. Dimensi kreativitas, yaitu kemampuan sesorang untuk berfikir dan berbuat kreatif, menciptakan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan masyarakat. Ketiga dimensi tersebut merupakan pokok persoalan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia kita. Selanjutnya, ditegaskan pula bahwa ada beberapa hal yang dapat mempercepat peningkatan kualitas sumber daya manusia itu, antara lain : 1. Pendidikan yang memberikan kemampuan-kemampuan intelektual yang terlibat dalam proses kreatif. 2. Teknologi, yang memberikan kemudahan-kemudahan teknis dan standar kerja yang produktif. 3. Kemajuan ekonomi, yang memberi dampak psikologis untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat. 4. Terbukanya mobilitas vertikal di dalam masyarakat, yang dapat merangsang orang untuk mencapai posisi yang lebih tinggi melalui prestasi-prestasinya (Muh. Tholchah Hasan, 1987: 191). Pemerintah kita berusaha mengembangkan sumber daya manusia yang bertitik tolak pada kualitas manusia dan kualitas masyarakat sebagaimana telah dinyatakan oleh Menteri Negara Kependudukan dan lingkungan Hidup (dalam Dahlan Alwi) bahwa: “Kualitas dibagi dalam KF (Kualitas Fisik) dan KNF (Kualitas Non Fisik). Atas dasar itu, kerangka KNF adalah : 1.Kualitas kepribadian. Ciri KNF (Kualitas Non Fisik) yang pokok yang perlu ada pada setiap manusia pembangunan adalah kecerdasan, kemandirian, keativitas, ketahanan mental, dan keseimbangan emosi-rasio. 2. Kualitas bermasyarakat. Keselarasan hubungan dengan sesama manusia, yakni kesetiakawanan dan keterbukaan. 3. Kualitas berbangsa. Tingkat kesadaran berbangsa dan bernegara yang semartabat dengan bangsa lain. 4.Kualitas spiritual. KNF (Kualitas Non Fisik) dalam hubungannya dengan Tuhan, yakni religius dan moralitas. 5. Wawasan lingkungan. Kualitas yang diperlukan untuk mewujudkan aspirasi dan potensi diri dalam bentuk kerja nyata guna menghasilkan sesuatu dengan mutu sebaik-baiknya. 6. Kualitas karyawan. KNF (Kualitas Non Fisik) yang diperlukan untuk mewujudkan aspirasi dan potensi diri dalam bentuk kerja nyata guna menghasilkan sesuatu dengan mutu sebaik-baiknya. Sedangkan ukuran KF (Kualitas Fisik) adalah kualitas yang nampak dalam individu seperti: harapan usia hidup, tinggi badan, angka kesakitan (Dahlan Alwi, 1990: 3).” “Dalam era globalisasi, demokrasi, dan modernisasi dewasa ini, watak bangsa yang unggul dan mulia adalah menjadi kewajiban kita semua untuk membangun dan mengembangkannya. Character building penting, sama dengan national development yang harus terus menerus dilakukan. Marilah kita berjiwa terang, berpikir positif, dan bersikap optimistis. Dengan sikap seperti itu, seberat apapun persoalan yang dihadapi bangsa kita, insya Allah akan selalu ada jalan, dan kita akan bisa terus meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia”. Poin dari pernyataan di atas adalah pendidikan karakter mempunyai fungsi strategis bagi kemajuan bangsa, harus ada komitmen untuk menjalankan pendidikan karakter sebagai bagian dari jati diri bangsa. Komitmen yang harus kita jalankan semua, mengacu kepada 5 nilai karakter bangsa untuk menjadi manusia unggul yang disampaikan oleh Presiden SBY yaitu : 1. Manusia Indonesia yang bermoral, berakhlak dan berperilaku baik; 2. Mencapai masyarakat yang cerdas dan rasional; 3. Manusia Indonesia ke depan menjadi manusia yang inovatif dan terus mengejar kemajuan; 4. Memperkuat semangat “Harus Bisa”, yang terus mencari solusi dalam setiap kesulitan. 5. Manusia Indonesia haruslah menjadi patriot sejati yang mencintai bangsa,Negara dan tanah airnya. BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Pendidikan mempunyai misi pembangunan. Jika manusia memiliki jiwa pembangunan sebagai hasil pendidikan, maka diharapkan lingkungannya akan terbangun dengan baik. Pembangunan yang dimaksud baik yang bersasaran lingkungan fisik maupun yang bersasaran lingkungan sosial karena pembangunan pendidikan adalah pembangunan manusia seutuhnya. Dengan demikian kualitas manusia dan kualitas masyarakat adalah tujuan pembangunan, maka upaya untuk mengukur kadar kualitas harus dikembangkan untuk mengetahui sejauh mana sumber daya manusia terbentuk. Daftar Pustaka La Sulo, L. S dan Tirtarahardja, Umar, 2005, Pengantar Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta Mudyahardjo, Redja, 2008, Pengantar Pendidikan, Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar Pendidikan Pada Umumnya Dan Pendidikan Di Indonesia, Jakarta : Grafindo. Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta http://www.majalahpendidikan.com/2011/04/hakikat-pengembangan-sumber-daya.html http://www.setkab.go.id/artikel-5257-.html http://www.unisan.ac.id/informasi/artikel/21-peran-pendidikan-dalam-pembangunan

OPINI POSITIVE

STATEMENTS : 1.Guru Biasa hanya mendongeng, Guru Baik menjelaskan, Guru Ulung memperagakan, dan Guru Mashur mengilhami. (Kompas, 11-2-2004, Nugroho dalam buku Indonesia Belajarlah, UNES-Tiara Wacana, 2007:310) 2.Guru yang baik bukanlah guru yang amat pintar, melainkan mereka yang bisa memberikan inspirasi kepada kita, mereka yang merangsang naluri yang sangat dasar dan sangat penting dalam kehidupan kita, yakni : Rasa Ingin Tahu. (Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif, YOI, 1999:40) ANALYSIS : Dari kedua statemens tersebut di atas dapat saya tarik garis besar bahwasannya guru di era globalisasi seperti sekarang ini bukanlah sebuah profesi yang menjadi tulang punggung kemajuan suatu bangsa. Bukan sebuah profesi yang dibanggakan dan dihormati penuh oleh warga negara, bukan sosok yang menjadi panutan dan menginspirasi, bukan juga sebuah profesi yang berkarakter sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Melainkan hanya sekedar pawang yang menjalankan praksis pempelajaran dengan aktifitas menghafal dan mempraktikkan. Masih berkembanganya metode (teacher-centered) di banyak tempat pendidikan formal. Serta lebih kronis karena pemetaan siswa dilakukan berdasarkan kemampuan IQ saja. Mengapa demikian? Karena mereka masih memegang paradikma konservatif, dimana mereka beranggapan bahwa praksis pendidikan hanya sebatas mencetak warga negara yang patuh dengan jalan melestarikan nilai-nilai luhur suatu masyarakat yang sudah paripurna. (Kompas, 11-2-2004, Nugroho dalam buku Indonesia Belajarlah, UNES-Tiara Wacana, 2007:311) Banyak guru yang primitif situasi, lebih banyak lagi yang malas up-date ilmu pengetahuan dan teknologi. Apalagi tidak sedikit atau hampir banyak guru yang tidak bisa mensinergikan antara tuntutan kurikulum nasional dengan tuntutan kebutuhan belajar siswa. Masih berjalannya metode (teacher-centered), dimana murid diposisikan sebagai objek. Guru dituntut mampu menyiapkan para siswanya untuk bisa memiliki kesiapan bertarung meraih sukses di dunia pasar kerja yang diestimasikan paling mampu memberikan kepuasan ditilik dari imbalan finansial yang tinggi. Dalam konteks ini dunia pendidikan kehilangan roh untuk membangun karakter dan kepribadian siswa. Nyatanya pemetaan siswa dengan berdasarkan IQ merupakan cara pemetaan yang salah karena temuan Gardner menyebutkan bahwa kecerdasan intelektual itu tidak bermatra tunggal melainkan bermatra jamak, dengan demikian faktor penentu keberhasilan study itu bukan hanya IQ. Temuan paling mutakhir bahkan menyebutkan bahwa kontribusi IQ dalam menunjang keberhasilan seseorang hanya 20% saja, selebihnya ditentukan faktor lain terutama kecerdasan emosional. (Kompas, 11-2-2004, Nugroho dalam buku Indonesia Belajarlah, UNES-Tiara Wacana, 2007:311) Guru masa kini terlanjur dimanjakan oleh Lembar Kerja Siswa dan Bank Soal plus jawaban. Jalan fikiran mereka sudah terpola statis, lebih suka dengan bawahan yang nurut dari pada yang kritis. Maraknya bonus dan diskon percetakan buku telah melumpuhkan potensi penulisan buku oleh guru, terutama guru perempuan. Karena faktor umur atau faktor kuper serta kutang up to date, masih banyak sekali guru yang bertindak dan bersifat jauh dari modernisasi, seperti tidak bisa menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar. Akibatnya guru hanya mampu mendongeng pengalaman pribadinya, menjelaskan teori yang ada di bank soal sekaligus memberi perintah untuk menghafal teori, memperagakan dan memperaktikkan kajian pada Lember Kerja Siswa, melatih siswa mengerjakan soal-soal serta menguji cobanya. Akhirnya siswa hanya terkutat pada rutinitas yang membosankan tanpa mampu menganalisa dan mengembangkan potensinya. Lalu seperti apakah sosok guru ideal yang diperlukan saat ini? Guru ideal adalah sosok guru yang mampu menjadi panutan dan selalu memberikan contoh atau keteladanan. Ilmunya seperti mata air yang tak pernah habis. Semakin diambil semakin jernih airnya. Mengalir bening dan menghilangkan rasa dahaga bagi siapa saja yang meminumnya. Pertama, guru ideal yang dibutuhkan adalah guru yang memahami benar akan profesinya. Profesi guru adalah profesi yang mulia. Dia adalah sosok yang selalu memberi dengan tulus dan tak mengharapkan imbalan apapun, kecuali ridho dari Tuhan pemilik bumi. Kedua, Guru yang ideal adalah guru yang memiliki sifat selalu berkata benar, penyampai yang baik, kredibel, dan cerdas. Guru ideal masa kini harus memiliki 5 Kecerdasan, Baik ketika mengajar, ataupun dalam hidup ditengah-tengah masyarakat. Agar menjadi guru ideal dan inovatif yang mampu melesatkan anak panah dengan kekuatan penuh ke angkasa, maka berikut tips-tips yang bisa jadi renungan : 1.Menguasai materi secara mendalam 2.Memiliki wawasan yang luas 3.Komunikatif 4.Mampu menggabungkan teori dan praktik 5.Dialogis 6.Menyampaikan ilmu secara bertahap 7.Mempunyai variasi pendekatan 8.Tidak memalingkan pelajaran 9.Tidak terlalu menekan dan memaksa 10.Humoris tapi serius Mari berlomba menjadi guru ideal, Ideal di mata peserta didik, ideal di mata masyarakat, dan ideal di mata Sang Maha Pemberi. Bila semakin banyak guru ideal yang tersebar di sekolah-sekolah kita, maka sudah dapat dipastikan akan banyak pula sekolah-sekolah berkualitas yang mampu membentuk karakter siswa untuk memiliki budi pekerti yang luhur. Daftar Pustaka Kompas, 11-2-2004, Nugroho dalam buku Indonesia Belajarlah, UNES-Tiara Wacana, 2007:310 Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif, YOI, 1999:40